Kisah Alergi Hidup

Seorang pria mendatangi seorang guru. Katanya : "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh!!. Sang Guru tersenyum : "Ohh.., kamu sakit..".

"Tidak guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan ini. Itu sebabnya saya ingin mati!!". Seolah-olah tidak mendengar pembelaanya, Sang Guru meneruskan : "Kamu sakit. Penyakitmu itu bernama "Alergi Hidup". Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali diantara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-haal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.

Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apasih yang abadi dalam hidup ini??. kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita". "Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku"; kata Sang Guru. "Tidak Guru. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi", pria itu menolak tawaran Sang Guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati??", tanya guru.
"Ya, memang saya sudah bosan hidup", jawab pria itu lagi.
"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambilah botol obat ini... Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedeangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka besok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang".

Kini giliran pria itu menjaadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudahbetul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Setibanya dirumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal satu malam dan satu hari lagi ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun trakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik. "Sayang, aku mencintaimu". Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Besoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat keluar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali kerumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh dan berkata : "Sayang..., apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku sayang".

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setipa orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya??" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-yiba, segala sesuatu disekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata: "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu". Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan: "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami".

Ia mendatangi Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata: buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjeputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenagan".

Pria itu mengucapkan terima kasihdan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian.

itulah sebabnya, ia selalu bahagia..., tenang...., selalu HIDUP...


0 komentar:

Posting Komentar